√ Media Umum Racun Yang Mengacaukan Dunia !


t be afraid to surround yourself with people who know things or are better at things that  √ Media Sosial Racun Yang Mengacaukan Dunia !
“Don't be afraid to surround yourself with people who know things or are better at things that you aren't, whether that's a mentor, business coach or an employee”.
Ann Smith, president, A.wordsmith


Sulit menyadari bahwa sekarang kita hidup di tengah kekacauan dunia. Hal baik dan hal jelek silih berganti terjadi setiap hari, terkadang kita bahkan gagal memisahkan keduanya.

Kecanduan akan posting-posting bernada mengejutkan, baik di Media Sosial atau Media mainstream.
Beberapa menyantapnya bagai suplemen, sarapan pagi sembari membolak-balik timeline Facebook, Instagram, Twitter. Mencari-cari posting pelecehan intelektualitas diri. Gosip selebritis paling laris.

Kita sadar itu tak baik untuk asupan rohani tetapi kita suka dan menyukainya.
Memang ada posting-posting yang mempunyai kegunaan semisal perihal insiden di kota daerah kerabat bertempat tinggal. Atau insiden di lokasi kerabat tengah berlibur.

Beberapa mungkin perihal gosip yang wajib kita ketahui semoga tidak terkucil di kantor atau setidaknya membuktikan kita tahu informasi paling muktahir up-to-date.

Walau kita sadar bahwa gossip lebih banyak mudaratnya daripada maslahatnya namun situasi seolah memaksa untuk kita melahap nya. Kita juga tahu itu beracun tetapi kita diwajibkan situasi untuk berkomentar.

Racun Candu Medsos

Tak kuasa kita telah terpapar dampak racun kecanduan sosial media, tetapi kita membantah.
Mari bertanya ke diri sendiri:
Begitu bangkit tidur apakah Anda terlebih dahulu menyidik Gadget atau minum air putih? Apakah sekaligus melaksanakan keduanya?

Konon katanya, itu menjadi bukti menerangkan bila Anda telah terpapar racun Media Sosial.
Jujurlah, pastikan sendiri, apakah menjelang tidur Anda mematikan Gadget atau tertidur bersamanya?

Konon katanya, bila Anda terlelap gotong royong dengan Gadget Anda, Anda telah terpapar racun Medsos. Berhati-hatilah! sudah waktunya untuk membatasi diri sebelum membahayakan diri atau keluarga.

Tak mengapa, bila Anda hanya setengah percaya, atau membantah. Itu hak Anda. Ini perihal Anda.
Barangkali Anda berdalih, Gadget hanya Anda gunakan dua jam setiap hari. Satu jam dikala istirahat makan siang, satu jam dikala menunggu jam pulang kerja. Jika pun lebih, itu alasannya iseng melihat-lihat timeline Facebook.
Mungkin Anda tak yakin berapa jam dikala diperjalanan menuju daerah kerja, dan dikala kembali pulang ke rumah, setiap hari. Berapa jam sebelum tertidur.

Tetapi Anda jujur menyadari bahwa tidak merasa diri lebih baik walau telah berjam-jam scrolling membolak-balik timeline Facebook, Instagram, atau twitter.

Anda jujur mengakuinya, itu permulaan yang baik. Dan berdalih, orang-orang juga melaksanakan hal yang sama dan mereka baik-baik saja.
Betul, walau itu juga tak betul.

Racun Membanding-Bandingkan Diri

Kita kerap terpancing membanding-bandingkan sikap diri dengan orang lain, itu yaitu racun kehidupan.

Kita suka menonton kehidupan keluarga orang yang di upload dipertontonkan, dan kita terpancing membanding-bandingkannya dengan kehidupan diri sendiri.

Kenapa begitu?
Heran bila orang-orang terlihat gampang menjadi kaya, sedangkan kita terus saja kekurangan. Kenapa-kah?

Orang-orang yang hidupnya berkecukupan terlihat lebih bahagia, berlibur ke tempat-tempat wisata, kelelahan menghabiskan uangnya.

Hidup mereka terlihat sempurna, berbeda dengan kita yang kerap mengeluh dikala santunan kehadiran dipotong alasannya mangkir tidak kerja. Uang makan dipotong alasannya terlambat masuk kerja.

Dua kali terlambat, hati was-was sanggup Surat Peringatan.
Sekali lagi terlambat bakal PHK.

Kehidupan orang-orang kaya di sosial media terlihat tak terbebani dengan kenaikan beban listrik. Berbeda dengan token listrik di rumah yang senantiasa berbunyi minta asupan pulsa.

Mereka terlihat tak terlalu pusing akan kuota pulsa, rajin nge-Vlog, setiap dikala siaran “live streaming”, berbeda dengan kita, tidak bisa men-download, harus hemat kuota.

Orang-orang itu punya segalanya, sedangkan kita tak boleh lelah berharap dan berharap semoga sanggup daerah duduk di Trans Jakarta.

Orang-orang itu terlihat begitu mewah, jauh berbeda dengan kita yang sedari dini hari sudah bergegas siap-siap berdiri berjejalan di Kereta Api komuter menuju daerah kerja. Hal yang sama terjadi dikala pulang ke rumah.

Tiap hari begitu, sedari tahun ke tahun, penghasilan tetap pas, bersyukur cukup ke simpulan bulan.
Kenapa hidup mereka terlihat begitu mudah? Kenapa hidup kita begitu susah?

Tak lelah Anda menonton sajian dongeng hidup mereka. Tak terbesit pikiran untuk mencari tahu realitasnya, benarkah menyerupai postingan di Timeline?

Kian terperosok membanding-bandingkan. Ketidaktahuan menciptakan kita terlelap oleh sajian unggahan kemewahan.

Beberapa terpancing fatwa sesat, bila mereka bisa kenapa kita tidak? Pastinya kita bisa juga. Hingga kesannya terperosok menjauhi norma tatanan sosial.

Bagaimana mereka bisa mewah, ganti kendaraan beroda empat tiap waktu, Anda tak pernah berpikir hal apa yang diperbuat untuk mendanai gaya hidup fantastis menyerupai begitu itu? Harus gonta-ganti pasangan kah semoga kebagian jatah pelesir ke tempat-tempat mewah?
Mungkin iya, mungkin juga tidak!
Tergantung telur masing-masing.
Lazimnya, penghasilan yang didapat dengan bercucuran keringat lebih bijaksana penggunaannya. Pakai nalar sehat membelanjakannya. Apakah mereka tidak punya nalar sehat?
Tidak juga.

Sesat fatwa akan memancing kesesatan hidup.
Terkadang melihat unggahan acara orang-orang yang bisa jadi kita kenal menyebabkan kita merasa rendah diri.

Perasaan memburuk. Terpancing memelihara pikiran negatif perihal kemampuan diri.

Karenanya jangan suka membanding-bandingkan diri.
Itu Beracun!

Kerasukan Energi Negatif

Terkadang kita tak sadar bila enerji negatif telah masuk menyelinap merasuki nalar sehat dan malah bersemangat memeliharanya.

Membuat kecanduan menonton kehidupan orang-orang, beberapa malah dijadikan ukuran sukses keberhasilan.

Pikiran menjadi serong, bahwa orang-orang sukses itu makan di restoran, jangan hingga terlihat nongkrong makan pecel lele di warung tenda pinggir jalan.

Menjadi jauh dari nikmat kebebasan hidup. Menjadi abai dan melecehkan nikmat kehidupan pribadi.

Pelanggaran!

Jika yang di upload perihal kehancuran hidup seseorang kita tak lagi tenggang rasa bersimpati, tetapi menanggapi miring. Kita tak sadar, itu malah menciptakan hancur hidup orang itu.

Hancur!

Kerasukan enerji negatif menyebabkan ketagihan menonton dongeng kehidupan orang-orang hingga lupa akan nikmat kehidupan sendiri. Tetapi tidak menyebabkan diri kita menjadi lebih baik dari orang itu. Hanya kita harus jujur untuk bisa mengakuinya.

Mari lihat lebih jauh pengaruh dari kerasukan enerji negatif:

Ketika mendapat informasi yang di upload perihal peristiwa suatu keluarga, apakah kita tahu kejadiannya? Tentu tidak! Yang kita ketahui hanya sebatas informasi yang di upload orang-orang.

Tetapi itu menciptakan kita seolah terlibat, cenderung menilai negatif sikap orang-orang yang kita tidak kenal. Berkomentar malah menghakimi korban, kita malah berempati ke si pelaku kejahatan.

Saya ragu, bila Anda menyampaikan bahwa itu menyebabkan hidup Anda bertambah baik? Tetapi tidak meragu untuk menyatakan bahwa insiden itu menjadi bukti menerangkan bahwa acara Sosial Media mengusung enerji negatif.

Membuat tatanan sosial kehidupan terlihat memburuk.

Waktu Tersita Energi Negatif

“The Law of Attraction doesn’t care whether you perceive something to be good or bad, or whether you don’t want it or whether you do want it. It’s responding to your thought”, and, “That’s what you’re going to get more of.”
Bob Doyle, The Secret


Waktu habis tersita enerji negatif, tak sadar kita malah berupaya memancing kehadirannya. Hidup tersia-sia, kian jauh dari manfaat dan kemanfaatannya.

Menurut Bob Doyle, Hukum tarik-menarik tidak peduli apakah Anda menganggap sesuatu itu baik atau buruk, apakah Anda menginginkannya atau tidak. Semua yang terjadi mengikutkan isi pemikiran, kesannya kian banyak yang akan terjadi - menimpa.

Jika Anda membiarkan hal-hal negatif merasuki pemikiran, itu akan memancing timbulnya banyak sekali fatwa negatif lainnya.

Hidup akan terus-menerus dipenuhi hal-hal negatif, hingga Anda tak lagi mempersoalkannya. Dijejali fatwa negatif orang-orang menciptakan hidup tersia-sia.

Kita kerap mengeluh tidak punya waktu untuk tiap hal. Alasan tersita oleh kemacetan jalan dan beban pekerjaan. Lelah memaksa ingin istirahat hingga tak cukup waktu untuk bercengkrama dengan anggota keluarga.

Beberapa mungkin harus bekerja hingga belasan jam, setiap hari begitu hingga tidur pun terbatas, mengeluh kurang istirahat.

Namun, bisa aktif di Media Sosial. Waktu tersita menciptakan Anda abai akan masa depan yang lebih baik.

Waktu produktif tersita energi negatif, sirna percuma oleh kekacauan dunia.

Kedamaian Bathin Hilang Tak Tersisa

Walau kita sadar tak ada kaitan dengan tiap informasi yang berseliweran di upload di timeline Facebook, Twitter, Instagram, tetapi dorongan rasa ingin tahu menciptakan kita tak kuasa menghindar.

Rasa ingin tahu menciptakan kita seolah tahu tiap hal, berperangai seolah tahu insiden dunia.

Bangga ada orang-orang yang secara teratur meng-upload informasi yang kita perlu ketahui. Hingga walau tidak dibayar kita juga setia memuktahirkan informasi.

Mungkin itu tak salah. Namun, tidak seyogianya kita turut serta memuktahirkan informasi kekacauan dunia, jauh lebih bermanfaat bila kita memuktahirkan kehidupan sendiri.

Tahu setiap hal akan menciptakan kita hidup gelisah.

Hilang kedamaian hati.

Menemukan Kedamaian Bathin Yang Hilang

Perlu bersungguh-sungguh mengatur waktu setidaknya terbebas dari gangguan informasi.

Dewasa ini, serasa kian sulit menemukan waktu tenang.

Mungkin kita perlu memblokir diri dari informasi perihal kekacauan dunia. Di jam-jam tertentu, di hari tertentu, blokir diri dari Gadget, hidup tanpa Whatsapp, tanpa Facebook, tanpa Twitter, tanpa internet.

Banyak hal yang tidak memerlukan internet. Nikmat kopi tak berkurang tanpa Gadget. Berupaya semoga bisa terbebas dari beban rencana kerja, skedul rapat, anjuran proyek, dll.

Mungkin, meditasi bisa berdampak positif.

Tak mengapa, bila saran diatas terdengar berlebihan, tetapi tidak apa-apa juga, bila sekiranya sudi mengikuti.

Tak apa-apa bila Anda mendebat bahwa membiarkan Televisi hidup sembari melaksanakan sesuatu tak menciptakan Anda terganggu.

Namun tak apa-apa juga bila mengakui bahwa tayangan program apa pun itu, secara perlahan akan menyerap enerji emosi diri. Tetapi Anda tak perlu membanting hancur Televisi Anda.

Ini perihal rasa nyaman memelihara tingkat enerji emosi diri. Namun, apakah itu memungkinkan?

Ini perihal upaya Anda membebaskan perhatian dari informasi perihal kekacauan dunia.

Demi mendapat kembali privasi kehidupan eksklusif yang hilang terutama alasannya internet sukses merangsek menerobos ruang-ruang paling pribadi.

Tak soal bila Anda belum merasakannya? Bagaimanapun dibutuhkan keseimbangan alam kehidupan, hingga tak lagi perlu terlompat dikala bangkit tidur hanya alasannya teringat belum menyidik inbox email.

Tak lagi perlu menunda makan siang hanya alasannya seseorang meng-upload sesuatu di Timeline Facebook.

Tak lagi perlu menunda jam pulang kerja hanya alasannya melihat-lihat terbaru di Instagram.

Tak lagi perlu menjadi tak tidur alasannya gossip di grup Whatsapp atau membalas Telegram teman.

Bagaimanapun ada sendi-sendi privasi kehidupan yang sekarang terganggu alasannya Wifi sudah hingga Toilet, apalagi sebagian kita rindu ketenangan hidup.

Walau terdengar sinis, tetapi mungkin harapan itu juga bersemayam di lubuk hati sanubari Anda.

“Everyone is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid.”
Albert Einstein

Ditulis Oleh : Hotman Sihombing


Belum ada Komentar untuk "√ Media Umum Racun Yang Mengacaukan Dunia !"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel